Masih ingat dengan kisah Golkar Juara Korupsi 2012 ? tentang ini pernah ditulis oleh seorang kompasianer, (Golkar (Selalu) Juara Korupsi) bagaimana kader-kader Golkar menguasi berbagai jabatan, Gubernur, Bupati, Angota DPR. hasilnya, beberapa kader tersebut berhasil mencuatkan nama Golkar sebagai Partai terkorup 2012
Paling membuat kita tidak habis fikir adalah Korupsi pengadaan al-quran, dimana seorang politis Golkar berkerjasama dengan anak kandungnya dalam memanipulasi pengadaan kitab suci tersbut, tujuannya untuk memperkaya diri.
Kader Korup Malah Disediakan Bantuan HukumIni yang paling menarik di negeri ini, Partai Politik menyiapkan bantuan hukum kepada kader-kadernya yang tersangkut korupsi, memang ini persoalan masuk dalam wilayah perdebatan yang tak ada habisnya, soalnya sederhana. partai-partai beralibi bahwa sampai kadernya menjadi terdakwa, kadernya tersebut masih berlaku azas praduga tak bersalah, selain itu kader-kader tersebut dinilai berjasa terhadap partai politik.
Namun di sisi lain, mata publik yang awam melihat dengan sedikit lebih sensitif, kebiasaan Partai Politik menyediakan bantuan hukum kepada kadernya yang tersangkut korupsi bukan satu tindakan populis yang etis, membela koruptor adalah persoalan lain jauh diluar jasa dan berbagasi asas dalam aturan hukum.
Koruptor ya koruptor, dan harus dihukum berat. inilah yang dikehendaki publik selama ini, karena persoalan koruptor punya implikasi yang luar biasa, negara tak maju-maju, jurang si kaya dan si miskin kian melebar, bahkan status sosial menjadi acuan siapa yang berhak mengenakan dasi dan duduk di kursi paling depan.
Kader Korup Tidak DipecatSoal korupsi, Partai Politik pun berdalih kenapa kader yang tersangkut korupsi tidak dipecat, seperti Angelina Sondakh, Andi Malarangeng di Partai Demokrat, Lutfi Hasan Ishaq di PKS, dan terakhir ratu atur choisyah di Golkar. Partai-partai seolah-olah melindungi kader-kadernya tersebut, padahal Partai harus tegas, sekali korupsi harus ditindak tegas. dipecat dari hak atas keanggotaannya.
Senyum KoruptorSeorang Kompasianer pernah menulis ini. Judul yang menohok (Ingin Melihat Senyum Koruptor, Datanglah Ke Indonesia) Kompasianer tersebut memperlihat wajah-wajah senyum koruptor, serta membandingkan hukuman bagi koruptor di luar negeri.
Membangun kultur rasa malu terhadap prilaku korupsi hendaknya harga mati bagi partai politik, sehingga bisa menjadi peringatan bagi kader-kader lain. mimpi kita mencegah korupsi tidak akan pernah terwujud, jika prilaku korup dianggap sesuatu yang politis. bukan pidana murni seperti apa yang dialami maling ayam dan maling jemuran, digebukin masa dan digebukin pula oleh penyidik.
Ditulis oleh Dewi Ulupi di kompasiana