TERKINI

Mahasiswa Surabaya Tolak Pemilu 2014, Caleg Tidak Perjuangkan Pendidikan Murah

Penolakan Pemilu 2014 di Surabaya
SURABAYA - Jelang pemilihan legislatif (Pileg) pada bulan April mendatang, puluhan mahasiswa di Surabaya, Jawa Timur kembali turun jalan, Senin siang (3/3). Elemen mahasiswa dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) ini menyuarakan penolakan terhadap pemilu 2014 karena para caleg tidak pernah memperjuangkan pendidikan murah di depan Gedung Grahadi Surabaya, Jalan Gubernur Suryo.

Menurut para demonstran ini, sebentar lagi Indonesia akan menggelar hajatan lima tahunan, yaitu Pemilu 2014. Di pesta demokrasi lima tahunan itu, mereka menghimbau rakyat untuk tidak memilih wakil-wakilnya untuk duduk di parlemen karena tidak pernah bicara soal pendidikan murah.

"Namun, selama ini, apakah kita pernah melihat mereka (para wakil rakyat terpilih) benar-benar memperjuangkan hak-hak rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan penghidupan layak," teriak korlap aksi Feby Mustika.

Dalam orasinya itu, Feby juga mempertanyakan, janji-janji para calon legislatif dan calon presiden yang acap kali tebar pesona di hadapan rakyat melalui juru kampanye, poster, baliho, media massa.

"Ataukah mereka (calon wakil rakyat) hanya orang-orang yang tiba-tiba muncul bak pahlawan kesiangan yang suka menebar janji untuk sekadar menghibur rakyat yang tercekik kemiskinan dan penindasan di Tanah Airnya sendiri?"

Pada bagian lain, lanjut dia, mahalnya pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, membuat masyarakat miskin tidak punya pilihan lain, kecuali putus sekolah. "Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya sekolah," teriaknya lagi.

Feby merinci, untuk masuk sekolah TK dan SD, butuh Rp 500 ribu hingga 1 juta rupiah. Bahkan ada yang di atas Rp 1 juta. "Masuk SLTP atau SLTA uang yang harus dikeluarkan mencapai Rp 1 hingga 5 juta. Belum lagi fenomena pendidikan tinggi yang tidak berbeda dengan sekolah-sekolah saat ini. Masyarakat wajib mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya."

Melalui undang-undang yang dilahirkan DPR, biaya pendidikan menjadi mahal. Sejak ditandatanganinya kesepakatan GATs pada tahun 2005, kata sang orator, Indonesia sebagai salah satu anggota WTO, harus mau melepas 12 sektor jasa, yaitu pendidikan dan kesehatan salah satunya, untuk dikelola swasta.

"Pada titik ini (kesepakatan dengan WTO), kita melihat pemerintah melepas tanggung jawabnya terhadap pendidikan rakyat. Tujuan mencerdaskan bangsa dan memanusiakan manusia, beralih fungsi untuk mencari keuntungan dengan memperdagangkan jasa pendidikan," tegas dia.

Dalam aksinya itu, para demonstran yang datang dengan membawa berbagai poster dan spanduk yang salah satunya bertuliskan: Bangun Persatuan Gerakan Mahasiswa untuk Melawan Kapitalisasi Pendidikan itu, membawa tuntutan antara lain: Lawan Pemilu borjuasi 2014 yang bukan solusi kesejahteraan rakyat, lawan kapitalisasi pendidikan, dan lawan perdagangan bebas. (merdeka)

Copyright © 2014 KomitePolitikAlternatif Designed by Templateism.com IT CREATIVE MFiles

Theme images by konradlew. Powered by Blogger.